Selasa, 25 Februari 2014

SOSIO DRAMA RENGASDENGKLOK

hai.... :)
lama nggak ngepost di blog ini ya :)
maklum, akhir-akhir ini banyak tugas yang membuat diriku gak bisa banyak menuangkan kata-kata disini..
hampir semua mata pelajaran ada sesi menampilkan drama yang cukup banyak menguras tenaga dan pikiran.
salah satunya adalah SOSIO DRAMA SEJARAH PERISTIWA RENGASDENGKLOK.
pada sosio drama ini, kelompokku tampil pada tanggal 15 Februari 2014. penampilan kelompokku tidak dikritik namun juga tidak disanjung juga . hehe

banyak konflik, marah, kecewa, sebel dll. saat latihan akan dimulai. namun, ketika latihan sudah berlangsung semuanya berjalan dengan sangat nyaman. kami melaksanakan 3 kali latihan sepulang sekolah sampai menjelang magrib baru pulang ke rumah. cape sih, tapi rasa kebersamaan itu gak akan bisa aku lupakan . THANKS GUYS ! I LOVE YOU!

inilah naskah sosio drama kami, kami mengambil dari beberapa sumber dan kami kombinasikan...

RENGASDENGKLOK

Pada tanggal 15 Agustus 1945, Kaisar Hirohito memerintahkan penghentian permusuhan terhadap Sekutu. Berita ini disiarkan di radio Jepang dari Tokyo dan didengar oleh Sutan Syahrir.
Pukul 20.00 WIB golongan muda mengadakan pertemuan di Laboratorium Bakteriologi Jl. Pegangsaan Timur 17, Jakarta.
Sutan Syahrir               :  “Apakah kalian sudah mendengar berita kekalahan Jepang?
Sukarni                         :  “Belum, Bung. Benarkah itu? Apa yang terjadi dengan Jepang?
Sutan Syahrir               :Dari yang saya dengar, Sekutu telah menjatuhkan bom di kota Hiroshima dan Nagasaki. Oleh sebab itulah, Jepang melakukan genjatan senjata.
Darwis                          :  “Berarti kita harus segera memproklamirkan kemerdekaan.”
Sayuti Melik                 :  “Ya, benar! Kalau tidak, kita tidak akan bisa merdeka untuk selamanya!”
Kediaman Soekarno, Jl. Pegangsaan Timur No.56 Jakarta pukul 22.00 WIB.
Wikana                         :  “Kita harus memproklamirkan kemerdekaan sekarang, Bung!
Soekarno                       :  “Tidak bisa seperti itu. Jepang sudah mengambil keputusan untuk memerdekakan Indonesia dan esok pagi tanggal 16 Agustus PPKI akan bersidang membicarakan kemerdekaan.”
Chairul Saleh                :  “Jika Bung Karno tidak mengumumkan malam ini juga, akan berakibat terjadinya pertumpahan darah dan pembunuhan secara besar-besaran besok.”
Soekarno                       :  “Ini batang leherku, seretlah aku ke pojok itu sekarang dan potong leherku malam ini juga! Kamu tidak perlu menunggu hingga esok hari!
Moh. Hatta                   :  “Jepang adalah masa silam. Belum lagi kita harus menghadapi Belanda yang hendak kembali berkuasa di negeri ini. Jika Saudara tidak setuju dengan apa yang saya katakan, dan mengira diri Saudara telah sanggup menopang kekuatan sendiri, mengapa datang pada Soekarno dan memintanya untuk memproklamirkan kemerdekaan?
Wikana                         :  “Tapi semakin cepat kita memproklamasikan kemerdekaan akan semakin cepat pula kita mengakhiri penderitaan rakyat yang sudah ditanggung selama ini. Inilah yang sudah ditunggu-tunggu bangsa kita, Bung.
Moh. Hatta                   :  “Berikan kami waktu untuk berunding sebentar.
(Para anggota golongan tua yang berada di kediaman Soekarno langsung membicarakan permasalahan tersebut).
Moh. Hatta                   :  “Bagaimana ini? Para pemuda menuntut untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.
Soekarno                       :  “Tapi kita tidak boleh gegabah, Bung. Kita butuh waktu untuk mempersiapkan semuanya dengan matang agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Mr. Soebardjo               :  “Saya setuju. Menurut saya, yang terpenting sekarang adalah menghadapi Sekutu yang hendak berniat kembali berkuasa di negeri ini. Masalah kemerdekaan sebaiknya dibicarakan lagi dalam sidang PPKI 16 Agustus mendatang.
Djojo Pranoto               :  “Ya, lagipula mereka masih muda, pemikiran mereka terlalu pendek. Kita harus melihat ke depan, mempersiapkannya dengan matang. Kalau tidak bagaimana nanti jika semuanya berantakan?
Mr. Soebardjo               :  “Baiklah, Bung. Berarti kita semua sudah sepakat.
(Setelah selesai berunding, para golongan tua segera menemui para anggota golongan muda yang menunggu di luar ruangan).
Moh. Hatta                   :  “Setelah kami berunding tadi, kami memutuskan untuk tidak tergesa-gesa mengenai hal proklamasi kemerdekaan. Hal ini masih akan dibicarakan lagi dalam sidang PPKI.
Dengan berat hati mendengar keputusan tersebut, para pemuda pun meninggalkan kediaman Soekarno. Tetapi mereka tidak putus asa. Mereka pun menyusun strategi bagaimana membujuk Soekarno dan Moh. Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan sesegera mungkin.
Chairul Saleh                :  “Kita harus melakukan sesuatu kepada Bung Karno dan Bung Hatta.”
Sutan Syahrir               :  “Bagaimana kalau kita bawa saja Bung Karno dan Bung Hatta menyingkir ke luar kota agar terhindar dari pengaruh Jepang?”
Darwis                          :  “Baik. Subuh ini, rencana akan kita jalankan.”
Pukul 04.00 WIB, Soekarno-Hatta diculik oleh sekelompok pemuda.
Soekarno                       :  “Mau dibawa ke mana kami?”
Yusuf Kunto                 :  “Kalian tidak perlu tahu!”
Syodanco Singgih         :  “Mau atau tidak Bung harus ikut dengan kami!”
Peristiwa hilangnya Soekarno-Hatta yang tidak ada di tempat saat pertemuan PPKI disampaikan Sudiro kepada Mr. Soebardjo.
Sudiro                           :  “Soekarno dan Hatta tidak berada di kota. Sepertinya mereka diculik!”
Mr. Soebardjo               :  “Apa? Benarkah itu? Dimana mereka sekarang?”
Sudiro                           :  “Maaf, tapi saya tidak tahu. Sepertinya yang melakukan semua ini adalah pemuda bawah tanah.”
Mr. Soebardjo               :  “Pemuda bawah tanah? Wikana! Ia pasti tahu dimana Soekarno dan Hatta berada sekarang.”
Sementara itu di Rengasdengklok.
Soekarno                       :  “Jelaskan sekarang mengapa Saudara sekalian membawa kami kesini?”
Darwis                          :  “Kami ingin membicarakan masalah proklamasi kembali.
Moh. Hatta                   :  “Bukankah tempo hari sudah kami katakan kepada kalian, masalah kemerdekaan masih akan dibicarakan dalam sidang PPKI?
Syodanco Singgih         :  “Memang benar adanya. Tetapi kami semua berpendapat, mengapa menunggu hasil sidang PPKI kalau kita bisa bergerak dengan kekuatan sendiri? PPKI itu bentukan Jepang, Bung. Kami ingin memproklamasikan kemerdekaan tanpa campur tangan dari Jepang.
Soekarno                       :  “Pendapat itu benar. Namun, kita masih terlalu dini untuk memproklamasikan kemerdekaan. Selain itu kita belum siap dan masih membutuhkan bantuan dari Jepang untuk merdeka.
Darwis                          :  “Bagaimana bila perkataan Jepang tentang kemerdekaan bangsa kita hanya janji manis belaka? Apa yang akan Anda lakukan?
Sukarni                         :  “Apakah akan selamanya menunggu janji itu, Bung? Kita harus memproklamasikan kemerdekaan sekarang juga, demi rakyat yang sudah bertahun-tahun terbelenggu oleh penjajahan di Tanah Air mereka sendiri! Mereka berhak bebas, dan sekaranglah saatnya!
Syodanco Singgih         :  “Tenang Saudara sekalian. Mari bicarakan semuanya dengan kepala dingin, tidak perlu ada ketegangan, mengerti?”
(Syodanco Singgih membawa Soekarno dan Moh. Hatta menjauh dari perdebatan itu, kemudian mereka berunding)
Syodanco Singgih         :  “Saya mengerti perhitungan Anda berdua mengenai masalah proklamasi ini, kita memang belum mempertimbangkan semuanya dengan matang. Tapi saya percaya kita dapat bangkit dan memanfaatkan situasi ini. Kesempatan tidak akan datang dua kali, Bung. Apa yang mereka katakan benar adanya dan saya mendukung mereka.
Moh. Hatta                   :  “Tetapi, apakah kita bisa? Akankah ini semua mungkin dilakukan?
Syodanco Singgih         :  “Tentu mungkin, Bung. Asal kita berusaha tentu akan kita temukan jalan keluarnya. Lagipula, para pemuda di Jakarta sedang menyusun strategi pertahanan untuk mencegah serangan dari Jepang ataupun sekutu yang tidak menerima proklamasi bangsa kita.
Soekarno                       :  “Baiklah, saya setuju. Kita akan memproklamasikan kemerdekaan tanpa ada campur tangan Jepang.
Pada siang hari Mr. Soebardjo bertemu dengan Wikana di kantornya.
Mr. Soebardjo               :  “Tolong Anda beritahu dimana Bung Karno dan Bung Hatta sekarang.”
Wikana                         :  “Saya tidak tahu dimana mereka.”
Mr. Soebardjo               :  “Tidak mungkin Anda tidak tahu!”
Yusuf Kunto                 :  “Ada apa ini?”
Mr. Soebardjo               :  “Tolong beritahu saya dimana Bung Karno dan Bung Hatta sekarang.”
Yusuf Kunto                 :  “Anda tidak perlu khawatir, Bung Karno dan Bung Hatta aman bersama kami. Kami sengaja mengasingkan mereka ke luar kota agar mereka terhindar dari Jepang.”
Mr. Soebardjo               :  “Katakanlah kepadaku dimana mereka sekarang, aku akan menjamin keselamatan mereka ketika kembali ke Jakarta, dan menjamin kemerdekaan untuk kalian esok harinya.”
Wikana                         :  “Baiklah, Yusuf Kunto yang akan mengantar Anda ke tempat Soekarno-Hatta berada sekarang.”
Pada pukul 17.30 WIB, rombongan dari Jakarta tiba di Rengasdengklok untuk menjemput Soekarno dan Moh. Hatta.
Mr. Soebardjo               :  “Selamat malam, Saudara-saudara. Kami datang untuk menjemput Ir. Soekarno dan Moh. Hatta ke Jakarta, saya akan memberikan jaminan bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan esok hari.”
Darwis                          :  “Baiklah kami akan melepas Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta.
Semua anggota golongan tua maupun muda kembali ke Jakarta untuk membahas lanjut rencana proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945.
Pukul 21.00 WIB rombongan sampai di Jakarta.
Mr. Soebardjo               :  “Bagaimana kita membicarakan naskah proklamasi untuk mendeklarasikan kemerdekaan kita?
Chairul Saleh                :  “Kita butuh tempat untuk membahasnya, Bung. Tapi hari sudah malam dan pihak Jepang tak mungkin mengizinkan kita melakukan kegiatan sekarang.
Mr. Soebardjo               :  “Saya punya ide. Kita akan meminjam rumah perwira Jepang, Laksamana Maeda.
(Rombongan kemudian berangkat ke rumah Laksamana Maeda di Jl. Imam Bonjol No.1)
Mr. Soebardjo               : (mengetuk pintu) “Selamat malam.”
Laksamana Maeda       :  “Selamat malam. Ada apa?
Mr. Soebardjo               :  “Maaf kami mengganggu Anda malam-malam begini. Kami perlu tempat untuk membicarakan rencana kemerdekaan yang akan dilangsungkan esok hari.
Laksamana Maeda       :  “Benarkah itu? Saya turut gembira mendengar kabar ini. Kalau begitu, masuklah. Keamanan akan saya jamin.”
Mr. Soebardjo               :  “Terima kasih. Ruangan mana yang bisa kami pakai?”
Laksamana Maeda       :  “Ruang makan dan serambi depan.”
Kemudian pukul 21.30 WIB Soekarno-Hatta berangkat ke rumah Mayor Jenderal Nishimura disertai Maeda.
Soekarno                       :  "Kami ingin meneruskan rapat pagi tadi yang sempat tidak terlaksana mengenai persiapan kemerdekaan Indonesia."
Nishimura                    :  "Sekarang sudah lain keadaannya. Mulai pukul satu siang tadi kami tidak boleh lagi mengubah status quo. Dari mulai tengah hari tadi tentara Jepang di Jawa tidak mempunyai kebebasan bergerak lagi. Mereka semata-mata alat Sekutu dan harus menurut perintah Sekutu."
Soekarno                       :  "Pemerintah Tokyo sudah mengakui kemerdekaan Indonesia melalui perantaraan Jenderal Terauchi dan pelaksanaannya diserahkan kepada PPKI yang pada pukul 24.00 nanti akan memulai rapat di rumah Laksamana Maeda."
Nishimura                    :  "Apabila rapat itu berlangsung tadi pagi akan dibantu. Tetapi setelah tengah hari kami harus tunduk kepada pemerintah Sekutu dan tiap-tiap perubahan status quo tidak diperbolehkan. Jadi sekarang rapat PPKI terpaksa kami larang."
Perundingan dengan Nishimura menemui jalan buntu, akhirnya Soekarno-Hatta kembali kerumah Maeda.
Perumusan teks proklamasi dilakukan di ruang makan Maeda. Sukarni, Sayuti Melik dan BM Diah menyaksikan Soekarno, Moh Hatta, dan Mr. Ahmad Soebardjo membahas perumusan naskah proklamasi.
Setelah menyusun ketiga tokoh itu menuju serambi depan untuk menemui para hadirin yang ada. Saat itu waktu sudah menunjukan pukul 04.00 pagi. Lalu ia membacakan hasil rumusan teks proklamasi yang saat itu masih berupa konsep.
Soekarno                       :  “Apakah kalian setuju terhadap konsep rumusan ini?”
Sayuti Melik                 :  “Bagaimana jika kata tempoh kita ganti menjadi tempo, dan kata wakil-wakil bangsa Indonesia diganti menjadi atas nama bangsa Indonesia dan Djakarta 17-8-05 menjadi Djakarta hari 17 boelan 8 tahoen 05?
Soekarno                       :  “Benar. Usulan yang bagus. Bagaimana hadirin?
Hadirin (semua)           :  “Kami setuju!”
Soekarno                       :  “Maaf, apakah Sayuti bisa mengetik naskah ini dengan perubahan-perubahannya?”
Sayuti Melik                 :  “Saya bisa, Bung.”
Soekarno                       :  ”Ya sudah tolong ketik naskah ini dengan cepat.”
Sayuti Melik                 :  ”Baiklah.”
Sayuti Melik pun mengetik naskah proklamasi. Kemudian setelah selesai, naskah itu di berikan pada Soekarno.
Sayuti Melik                 :  “Ini Bung naskahnya sudah selesai. Sekarang tinggal siapa yang akan menandatangani naskah ini.”
Soekarno                       :  “Terima kasih. Bagaimana kalau naskah ini yang menandatangani adalah kita semua yang hadir di sini?”
Moh. Hatta                   :  “Ya, saya setuju. Agar mengacu pakta Declaration of Independence.”
Soekarni                        :  “Saya tidak setuju! Lebih baik Anda dan Bung Hatta yang menandatangani naskah tersebut.”
Hadirin (semua)           :  “Setuju, itu lebih baik!”
B.M Diah                      :  “Sekarang yang harus kita pikirkan, di mana naskah ini akan dibacakan?”
Sudiro                           :  “Kami sudah menyiapkan tempat kita akan membacakan teks proklamasi ini.”
B.M Diah                      :  “Di mana?”
Sudiro                           :  “Di Lapangan Ikada.”
Yusuf Kunto                 :  “Saya menolak!”
Sudiro                           :  “Kenapa Anda menolak?”
Yusuf Kunto                 :  “Karena kalau kita membacakan naskah proklamasi ini di Lapangan Ikada pasti akan timbul bentrokan dengan tentara Jepang.”
Soekarno                       :  “Bagaimana kalau kita membacakan teks proklamasi di rumah saya? Mungkin dengan itu tentara Jepang tidak akan mengacaukan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.”
Hadirin                         :  “Setuju!”
Laksamana Maeda       :  “Naskah sudah selesai disusun. Bagaimana kalau kalian pulang ke rumah masing-masing dan istirahat saja. Pagi harinya kita berkumpul di rumah Soekarno.”
Moh. Hatta                   :  “Ya kami semua sudah lelah, sebaiknya kami semua pulang saja, sebelumnya kami ingin mengucapkan terima kasih atas izin Tuan.”
Laksamana Maeda       :  “Sama-sama.”
Mr. Soebardjo               :  “Tuan, kami pamit dulu.”
Laksamana Maeda       :  “Silahkan.”
Akhirnya dini harinya tanggal 17 Agustus 1945 semua pulang ke rumah masing-masing, tetapi para pemuda tidak pulang melainkan mereka menghimpun rekan-rekannya untuk menyebarluaskan berita itu kesegenap masyarakat Jakarta.
Pagi harinya di rumah Ir. Soekarno telah dipadati oleh sejumlah massa. Semua persiapan telah disiapkan pagi itu. Tokoh-tokoh pejuang Indonesia telah hadir di lokasi. Di antaranya yaitu Mr. AA. Maramis, HOS Cokroaminoto, Otto Iskandardinata, Ki Hajar Dewantara, M. Tabrani dll.
Pada saat yang sama, Soekarno dan Ibu Fatmawati berbincang sejenak.
Soekarno                       :  “Alhamdulillah akhirnya semua berjalan dengan lancar. Terimakasih Ibu telah menemani saya di saat-saat yang cukup menguras pikiran ini.
Fatmawati                    :  “Iya, Alhamdulillah. Oh iya pak, apakah kalian sudah merencanakan bagaimana proklamasi besok akan berlangsung?
Soekarno                       :  “Sudah, kita akan melaksanakan upacara bendera, yang nanti akan di iringi lagu Indonesia Raya karya Bung Supratman.
Fatmawati                    :  “Bukankah kita belum punya bendera? Lantas bagaimana?
Soekarno                       :  “Ya Allah, Bapak sampai lupa, Bu. Kalau begitu bagaimana jika Ibu saja yang menjahitkan bendera?
Fatmawati                    :  “Tapi Ibu tidak punya kain, Pak. Kain yang ada hanya kain merah dan putih. Apa tidak apa-apa?
Soekarno                       :  “Tentu saja. Buatlah bendera yang sederhana. Yang penting kita sudah berusaha untuk menyediakannya.
Fatmawati                    :  “Baiklah, Pak.
Kemudian Fatmawati mencari kain itu, setelah selesai mencari, Fatmawati menjahit dengan tangan. Akhirnya segala persiapan proklamasi kemeredekaan Indonesia selesai, begitu pula dengan tiang bambu yang sudah dicari oleh Suhud.
Suasana menjadi sangat hening. Soekarno dan Hatta dipersilahkan maju beberapa langkah dari tempatnya semula. Soekarno mendekati mikrofon. Dengan suaranya yang lantang dan mantap, Soekarno pun membacakan pidato pendahuluan sebelum beliau membacakan teks proklamasi.
Soekarno                       :  “Saudara-saudara sekalian! Saya telah minta Saudara hadir disini, untuk menyaksikan peristiwa maha penting dalam sejarah kita. Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berjuang untuk kemerdekaan tanah air kita bahkan telah beratus-ratus tahun. Gelombangnya aksi kita untuk mencapai kemerdekaan kita itu ada naiknya ada turunnya, tetapi jiwa kita tetap menuju ke arah cita-cita. Juga di dalam zaman Jepang, usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak berhenti. Di dalam zaman Jepang ini tampaknya saja kita menyandarkan diri kepada mereka. Tetapi pada hakekatnya, tetap kita menyusun tenaga kita sendiri, tetap kita percaya kepada kekuatan sendiri. Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air kita di dalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri,akan dapat berdiri dengan kuatnya. Maka kami, tadi malam telah mengadakan musyawarah dengan pemuka-pemuka rakyat Indonesia dari seluruh Indonesia. Permusyawaratan itu seiya-sekata berpendapat bahwa sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita. Saudara sekalian! Dengan ini kami menyatakan kebulatan tekad itu. Dengarkanlah proklamasi kami:






PROKLAMASI

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain, diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Jakarta, hari 17 bulan 8 tahun ‘05
Atas nama bangsa Indonesia
                                             
                                                          Soekarno-Hatta


Kemudian dikibarkanlah bendera Sang Saka Merah Putih diiringi lagu Indonesia Raya. Hadirin turut menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia tersebut.