lama nggak ngepost di blog ini ya :)
maklum, akhir-akhir ini banyak tugas yang membuat diriku gak bisa banyak menuangkan kata-kata disini..
hampir semua mata pelajaran ada sesi menampilkan drama yang cukup banyak menguras tenaga dan pikiran.
salah satunya adalah SOSIO DRAMA SEJARAH PERISTIWA RENGASDENGKLOK.
pada sosio drama ini, kelompokku tampil pada tanggal 15 Februari 2014. penampilan kelompokku tidak dikritik namun juga tidak disanjung juga . hehe
banyak konflik, marah, kecewa, sebel dll. saat latihan akan dimulai. namun, ketika latihan sudah berlangsung semuanya berjalan dengan sangat nyaman. kami melaksanakan 3 kali latihan sepulang sekolah sampai menjelang magrib baru pulang ke rumah. cape sih, tapi rasa kebersamaan itu gak akan bisa aku lupakan . THANKS GUYS ! I LOVE YOU!
inilah naskah sosio drama kami, kami mengambil dari beberapa sumber dan kami kombinasikan...
RENGASDENGKLOK
Pada tanggal 15 Agustus 1945, Kaisar Hirohito
memerintahkan penghentian permusuhan terhadap Sekutu. Berita ini disiarkan di radio Jepang dari Tokyo dan didengar oleh Sutan Syahrir.
Pukul 20.00 WIB golongan muda mengadakan pertemuan di
Laboratorium Bakteriologi Jl. Pegangsaan Timur 17, Jakarta.
Sutan Syahrir : “Apakah kalian sudah
mendengar berita kekalahan Jepang?”
Sukarni : “Belum, Bung. Benarkah itu? Apa yang terjadi
dengan Jepang?”
Sutan
Syahrir : “Dari yang saya dengar, Sekutu telah menjatuhkan bom di
kota Hiroshima dan Nagasaki. Oleh sebab itulah, Jepang melakukan genjatan
senjata.”
Darwis : “Berarti kita harus segera memproklamirkan
kemerdekaan.”
Sayuti Melik : “Ya, benar! Kalau tidak, kita tidak akan bisa merdeka untuk
selamanya!”
Kediaman Soekarno, Jl. Pegangsaan Timur No.56 Jakarta
pukul 22.00 WIB.
Wikana : “Kita harus memproklamirkan
kemerdekaan sekarang, Bung!”
Soekarno : “Tidak bisa seperti itu. Jepang sudah mengambil keputusan untuk
memerdekakan Indonesia dan esok pagi tanggal 16 Agustus PPKI akan bersidang
membicarakan kemerdekaan.”
Chairul Saleh : “Jika Bung Karno tidak mengumumkan malam ini juga, akan berakibat
terjadinya pertumpahan darah dan pembunuhan secara besar-besaran besok.”
Soekarno : “Ini batang leherku,
seretlah aku ke pojok itu sekarang dan potong leherku malam ini juga! Kamu
tidak perlu menunggu hingga esok hari!”
Moh.
Hatta : “Jepang adalah masa silam. Belum lagi kita harus
menghadapi Belanda yang hendak kembali berkuasa di negeri ini. Jika Saudara
tidak setuju dengan apa yang saya katakan, dan mengira diri Saudara telah sanggup
menopang kekuatan sendiri, mengapa
datang pada Soekarno dan memintanya untuk memproklamirkan kemerdekaan?”
Wikana : “Tapi semakin cepat kita
memproklamasikan kemerdekaan akan semakin cepat pula kita mengakhiri
penderitaan rakyat yang sudah ditanggung selama ini. Inilah yang sudah
ditunggu-tunggu bangsa kita, Bung.”
Moh. Hatta : “Berikan kami waktu untuk
berunding sebentar.”
(Para anggota golongan tua yang berada di kediaman Soekarno
langsung membicarakan permasalahan tersebut).
Moh.
Hatta : “Bagaimana ini? Para
pemuda menuntut untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.”
Soekarno : “Tapi kita tidak boleh
gegabah, Bung. Kita butuh waktu untuk mempersiapkan semuanya dengan matang agar
tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.”
Mr.
Soebardjo : “Saya setuju. Menurut
saya, yang terpenting sekarang adalah menghadapi Sekutu yang hendak berniat kembali
berkuasa di negeri ini. Masalah kemerdekaan
sebaiknya dibicarakan lagi dalam sidang PPKI 16 Agustus mendatang.”
Djojo
Pranoto : “Ya, lagipula mereka
masih muda, pemikiran mereka terlalu pendek. Kita harus melihat ke depan,
mempersiapkannya dengan matang. Kalau tidak bagaimana nanti jika semuanya
berantakan?”
Mr. Soebardjo : “Baiklah, Bung. Berarti
kita semua sudah sepakat.”
(Setelah selesai
berunding, para golongan tua segera menemui para anggota golongan muda yang
menunggu di luar ruangan).
Moh.
Hatta : “Setelah kami berunding
tadi, kami memutuskan untuk tidak tergesa-gesa mengenai hal proklamasi
kemerdekaan. Hal ini masih akan dibicarakan lagi dalam sidang PPKI.”
Dengan berat hati mendengar keputusan tersebut,
para pemuda pun meninggalkan kediaman Soekarno. Tetapi mereka tidak putus asa.
Mereka pun menyusun strategi bagaimana membujuk Soekarno dan Moh. Hatta untuk
memproklamasikan kemerdekaan sesegera mungkin.
Chairul Saleh : “Kita harus melakukan sesuatu kepada Bung Karno dan Bung Hatta.”
Sutan Syahrir : “Bagaimana
kalau kita bawa saja Bung Karno dan Bung Hatta menyingkir ke luar kota agar
terhindar dari pengaruh Jepang?”
Darwis : “Baik. Subuh ini, rencana akan kita jalankan.”
Pukul 04.00 WIB, Soekarno-Hatta diculik oleh sekelompok pemuda.
Soekarno : “Mau
dibawa ke mana kami?”
Yusuf Kunto : “Kalian
tidak perlu tahu!”
Syodanco
Singgih : “Mau
atau tidak Bung harus ikut dengan kami!”
Peristiwa hilangnya Soekarno-Hatta yang tidak ada di
tempat saat pertemuan PPKI disampaikan Sudiro kepada Mr. Soebardjo.
Sudiro : “Soekarno dan Hatta tidak berada di kota.
Sepertinya mereka diculik!”
Mr. Soebardjo : “Apa? Benarkah itu? Dimana mereka sekarang?”
Sudiro : “Maaf, tapi saya tidak tahu. Sepertinya yang
melakukan semua ini adalah pemuda bawah tanah.”
Mr. Soebardjo : “Pemuda
bawah tanah? Wikana! Ia pasti tahu dimana Soekarno dan Hatta berada sekarang.”
Sementara itu
di Rengasdengklok.
Soekarno : “Jelaskan sekarang mengapa
Saudara sekalian membawa kami kesini?”
Darwis : “Kami ingin membicarakan
masalah proklamasi kembali.”
Moh.
Hatta : “Bukankah tempo hari
sudah kami katakan kepada kalian, masalah kemerdekaan masih akan dibicarakan
dalam sidang PPKI?”
Syodanco
Singgih : “Memang benar adanya. Tetapi
kami semua berpendapat, mengapa menunggu hasil
sidang PPKI kalau kita bisa bergerak dengan kekuatan sendiri? PPKI itu bentukan
Jepang, Bung. Kami ingin memproklamasikan kemerdekaan tanpa campur tangan dari
Jepang.”
Soekarno : “Pendapat itu benar.
Namun, kita masih terlalu dini untuk memproklamasikan kemerdekaan. Selain itu
kita belum siap dan masih membutuhkan bantuan dari Jepang untuk merdeka.”
Darwis : “Bagaimana bila perkataan
Jepang tentang kemerdekaan bangsa kita hanya janji manis belaka? Apa yang akan
Anda lakukan?”
Sukarni : “Apakah akan selamanya
menunggu janji itu, Bung? Kita harus memproklamasikan kemerdekaan sekarang
juga, demi rakyat yang sudah bertahun-tahun terbelenggu oleh penjajahan di
Tanah Air mereka sendiri! Mereka berhak bebas,
dan sekaranglah saatnya!”
Syodanco
Singgih : “Tenang Saudara sekalian.
Mari bicarakan semuanya dengan kepala dingin, tidak perlu ada ketegangan, mengerti?”
(Syodanco Singgih membawa Soekarno dan Moh.
Hatta menjauh dari perdebatan itu, kemudian mereka berunding)
Syodanco
Singgih : “Saya mengerti
perhitungan Anda berdua mengenai masalah proklamasi ini, kita memang belum
mempertimbangkan semuanya dengan matang. Tapi saya percaya kita dapat bangkit
dan memanfaatkan situasi ini. Kesempatan tidak akan datang dua kali, Bung. Apa
yang mereka katakan benar adanya dan saya mendukung mereka.”
Moh. Hatta : “Tetapi, apakah kita
bisa? Akankah ini semua
mungkin dilakukan?”
Syodanco
Singgih : “Tentu mungkin, Bung.
Asal kita berusaha tentu akan kita temukan jalan keluarnya. Lagipula, para
pemuda di Jakarta sedang menyusun strategi pertahanan untuk mencegah serangan
dari Jepang ataupun sekutu yang tidak menerima proklamasi bangsa kita.”
Soekarno : “Baiklah, saya setuju.
Kita akan memproklamasikan kemerdekaan tanpa ada campur tangan Jepang.”
Pada siang hari Mr. Soebardjo bertemu dengan Wikana di
kantornya.
Mr. Soebardjo : “Tolong Anda beritahu dimana Bung Karno dan
Bung Hatta sekarang.”
Wikana : “Saya tidak tahu dimana mereka.”
Mr. Soebardjo : “Tidak mungkin Anda tidak tahu!”
Yusuf Kunto : “Ada apa ini?”
Mr. Soebardjo : “Tolong beritahu saya dimana Bung Karno dan
Bung Hatta sekarang.”
Yusuf Kunto : “Anda tidak perlu khawatir, Bung Karno dan Bung Hatta aman bersama
kami. Kami sengaja mengasingkan mereka ke luar kota agar mereka terhindar dari
Jepang.”
Mr. Soebardjo : “Katakanlah
kepadaku dimana mereka sekarang, aku akan menjamin keselamatan mereka ketika
kembali ke Jakarta, dan menjamin kemerdekaan untuk kalian esok harinya.”
Wikana : “Baiklah, Yusuf Kunto yang akan mengantar Anda
ke tempat Soekarno-Hatta berada sekarang.”
Pada pukul 17.30 WIB, rombongan dari Jakarta
tiba di Rengasdengklok untuk menjemput Soekarno dan Moh. Hatta.
Mr.
Soebardjo : “Selamat malam,
Saudara-saudara. Kami datang untuk menjemput Ir. Soekarno dan Moh. Hatta ke
Jakarta, saya akan memberikan jaminan bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan
diumumkan esok hari.”
Darwis : “Baiklah
kami akan melepas Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta.”
Semua anggota golongan tua maupun muda kembali
ke Jakarta untuk membahas lanjut rencana proklamasi kemerdekaan tanggal 17
Agustus 1945.
Pukul 21.00 WIB rombongan sampai di Jakarta.
Mr.
Soebardjo : “Bagaimana kita
membicarakan naskah proklamasi untuk mendeklarasikan kemerdekaan kita?”
Chairul
Saleh : “Kita butuh tempat untuk
membahasnya, Bung. Tapi hari sudah malam dan pihak Jepang tak mungkin
mengizinkan kita melakukan kegiatan sekarang.”
Mr.
Soebardjo : “Saya punya ide. Kita
akan meminjam rumah perwira Jepang, Laksamana Maeda.”
(Rombongan kemudian berangkat ke rumah
Laksamana Maeda di Jl. Imam Bonjol No.1)
Mr. Soebardjo : (mengetuk pintu) “Selamat malam.”
Laksamana Maeda : “Selamat malam. Ada apa?”
Mr.
Soebardjo : “Maaf kami mengganggu
Anda malam-malam begini. Kami perlu tempat untuk membicarakan rencana
kemerdekaan yang akan dilangsungkan esok hari.”
Laksamana
Maeda : “Benarkah itu? Saya turut
gembira mendengar kabar ini. Kalau
begitu, masuklah. Keamanan akan saya jamin.”
Mr. Soebardjo : “Terima kasih. Ruangan mana yang bisa kami pakai?”
Laksamana
Maeda : “Ruang makan dan serambi depan.”
Kemudian pukul 21.30 WIB Soekarno-Hatta berangkat ke rumah Mayor Jenderal Nishimura
disertai Maeda.
Soekarno : "Kami
ingin meneruskan rapat pagi tadi yang sempat tidak terlaksana mengenai
persiapan kemerdekaan Indonesia."
Nishimura : "Sekarang
sudah lain keadaannya. Mulai pukul satu siang tadi kami tidak boleh lagi
mengubah status quo. Dari mulai tengah hari tadi tentara Jepang di
Jawa tidak mempunyai kebebasan bergerak lagi. Mereka
semata-mata alat Sekutu dan harus menurut perintah Sekutu."
Soekarno : "Pemerintah
Tokyo sudah mengakui kemerdekaan Indonesia melalui perantaraan Jenderal
Terauchi dan pelaksanaannya diserahkan kepada PPKI yang pada pukul 24.00 nanti
akan memulai rapat di rumah Laksamana Maeda."
Nishimura
: "Apabila
rapat itu berlangsung tadi pagi akan dibantu. Tetapi setelah tengah hari kami
harus tunduk kepada pemerintah Sekutu dan tiap-tiap perubahan status
quo tidak diperbolehkan. Jadi sekarang rapat PPKI
terpaksa kami larang."
Perundingan dengan Nishimura menemui jalan buntu, akhirnya
Soekarno-Hatta kembali kerumah Maeda.
Perumusan teks proklamasi dilakukan di ruang makan Maeda. Sukarni, Sayuti Melik dan BM Diah menyaksikan Soekarno, Moh
Hatta, dan Mr. Ahmad Soebardjo membahas perumusan naskah proklamasi.
Setelah menyusun
ketiga tokoh itu menuju serambi depan
untuk menemui para hadirin yang ada. Saat itu waktu sudah menunjukan pukul
04.00 pagi. Lalu ia membacakan hasil rumusan teks proklamasi yang saat itu
masih berupa konsep.
Soekarno : “Apakah kalian setuju terhadap konsep rumusan ini?”
Sayuti Melik : “Bagaimana jika
kata tempoh kita ganti menjadi tempo, dan kata wakil-wakil bangsa Indonesia
diganti menjadi atas nama bangsa Indonesia dan Djakarta 17-8-05 menjadi
Djakarta hari 17 boelan 8 tahoen 05?”
Soekarno : “Benar. Usulan yang bagus. Bagaimana hadirin?”
Hadirin (semua) : “Kami setuju!”
Soekarno : “Maaf, apakah Sayuti bisa mengetik naskah ini dengan perubahan-perubahannya?”
Sayuti Melik : “Saya bisa, Bung.”
Soekarno : ”Ya sudah tolong ketik naskah ini dengan
cepat.”
Sayuti Melik : ”Baiklah.”
Sayuti Melik pun mengetik naskah proklamasi. Kemudian setelah selesai, naskah itu di berikan pada Soekarno.
Sayuti Melik : “Ini Bung naskahnya sudah selesai. Sekarang
tinggal siapa yang akan menandatangani naskah ini.”
Soekarno : “Terima kasih. Bagaimana kalau naskah ini yang
menandatangani adalah kita semua yang hadir di sini?”
Moh. Hatta : “Ya, saya setuju. Agar mengacu pakta
Declaration of Independence.”
Soekarni : “Saya tidak setuju! Lebih baik Anda dan Bung
Hatta yang menandatangani naskah tersebut.”
Hadirin (semua) : “Setuju, itu lebih baik!”
B.M Diah : “Sekarang yang harus kita pikirkan, di mana
naskah ini akan dibacakan?”
Sudiro : “Kami sudah menyiapkan tempat kita akan
membacakan teks proklamasi ini.”
B.M Diah : “Di mana?”
Sudiro : “Di Lapangan Ikada.”
Yusuf Kunto : “Saya menolak!”
Sudiro : “Kenapa Anda menolak?”
Yusuf Kunto : “Karena kalau kita membacakan naskah
proklamasi ini di Lapangan Ikada pasti akan timbul bentrokan dengan tentara
Jepang.”
Soekarno : “Bagaimana kalau kita membacakan teks
proklamasi di rumah saya? Mungkin dengan itu tentara Jepang tidak akan
mengacaukan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.”
Hadirin : “Setuju!”
Laksamana Maeda : “Naskah sudah selesai disusun. Bagaimana kalau
kalian pulang ke rumah masing-masing dan istirahat saja. Pagi harinya kita
berkumpul di rumah Soekarno.”
Moh. Hatta : “Ya kami semua sudah lelah, sebaiknya kami
semua pulang saja, sebelumnya kami ingin mengucapkan terima kasih atas izin
Tuan.”
Laksamana Maeda : “Sama-sama.”
Mr. Soebardjo : “Tuan, kami pamit dulu.”
Laksamana Maeda : “Silahkan.”
Akhirnya dini harinya tanggal 17
Agustus 1945 semua pulang ke rumah masing-masing, tetapi para pemuda tidak
pulang melainkan mereka menghimpun rekan-rekannya untuk menyebarluaskan berita
itu kesegenap masyarakat Jakarta.
Pagi
harinya di rumah Ir. Soekarno telah dipadati oleh sejumlah massa. Semua
persiapan telah disiapkan pagi itu. Tokoh-tokoh pejuang Indonesia telah hadir di
lokasi. Di antaranya yaitu Mr. AA. Maramis, HOS Cokroaminoto, Otto
Iskandardinata, Ki Hajar Dewantara, M. Tabrani dll.
Pada saat yang sama, Soekarno dan Ibu Fatmawati berbincang sejenak.
Soekarno : “Alhamdulillah akhirnya
semua berjalan dengan lancar. Terimakasih Ibu telah menemani saya di saat-saat yang cukup menguras
pikiran ini.”
Fatmawati : “Iya, Alhamdulillah. Oh iya pak, apakah
kalian sudah merencanakan bagaimana proklamasi besok akan berlangsung?”
Soekarno : “Sudah, kita akan
melaksanakan upacara bendera, yang nanti akan di iringi lagu Indonesia Raya
karya Bung Supratman.”
Fatmawati : “Bukankah kita belum
punya bendera? Lantas bagaimana?”
Soekarno : “Ya Allah, Bapak sampai lupa, Bu. Kalau begitu
bagaimana jika Ibu saja yang menjahitkan bendera?”
Fatmawati : “Tapi Ibu tidak punya
kain, Pak. Kain yang ada hanya kain merah dan putih. Apa tidak apa-apa?”
Soekarno : “Tentu saja. Buatlah
bendera yang sederhana. Yang penting kita sudah berusaha untuk menyediakannya.”
Fatmawati : “Baiklah, Pak.”
Kemudian Fatmawati mencari kain itu, setelah selesai
mencari, Fatmawati menjahit dengan tangan. Akhirnya segala persiapan proklamasi
kemeredekaan Indonesia selesai, begitu pula dengan tiang bambu yang sudah
dicari oleh Suhud.
Suasana menjadi sangat hening. Soekarno dan
Hatta dipersilahkan maju beberapa langkah dari tempatnya semula. Soekarno
mendekati mikrofon. Dengan suaranya yang lantang dan mantap, Soekarno pun
membacakan pidato pendahuluan sebelum beliau membacakan teks proklamasi.
Soekarno : “Saudara-saudara
sekalian! Saya telah minta Saudara hadir disini, untuk menyaksikan peristiwa
maha penting dalam sejarah kita. Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia
telah berjuang untuk kemerdekaan tanah air kita bahkan telah beratus-ratus
tahun. Gelombangnya aksi kita untuk mencapai kemerdekaan kita itu ada naiknya ada
turunnya, tetapi jiwa kita tetap menuju ke arah cita-cita. Juga di dalam zaman
Jepang, usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak berhenti. Di dalam
zaman Jepang ini tampaknya saja kita menyandarkan diri kepada mereka. Tetapi
pada hakekatnya, tetap kita menyusun tenaga kita sendiri, tetap kita percaya
kepada kekuatan sendiri. Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil
nasib bangsa dan nasib tanah air kita di dalam tangan kita sendiri. Hanya
bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri,akan dapat berdiri
dengan kuatnya. Maka kami, tadi malam telah mengadakan musyawarah dengan
pemuka-pemuka rakyat Indonesia dari seluruh Indonesia. Permusyawaratan itu
seiya-sekata berpendapat bahwa sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan
kemerdekaan kita. Saudara
sekalian! Dengan ini kami menyatakan kebulatan tekad itu. Dengarkanlah
proklamasi kami:
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan
Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain,
diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Jakarta,
hari 17 bulan 8 tahun ‘05
Atas nama bangsa Indonesia
Soekarno-Hatta
|
Kemudian dikibarkanlah
bendera Sang Saka Merah Putih diiringi lagu Indonesia Raya. Hadirin turut
menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar